Hold forever investing
Saat awal berinvestasi, saya sempat berpegang pada prinsip “hold forever investing”. Memang sih beberapa saham yang saya pegang saat itu memberikan dividen besar. Namun karena valuasinya yang juga premium, Mr Market menghargai saham “hold forever” ini turun kembali ke intrinsik valuenya di saat performanya tidak sesuai dengan scenario growthnya. Dapat dividen + capital loss = netral alias tidak kemana”. Akhirnya return investasi saya menjadi tidak optimal dan saya harus membayar opportunity cost for the sake of mindset hold forever.
Seiring berjalannya waktu saya banyak belajar dan membaca buku. Pada stream post sebelumnya saya sudah sering share tentang intisari/pesan dari buku yang saya baca. Dan saya berkesimpulan para investor besar tidak ada yang mengajarkan untuk secara kaku mengimplementasikan strategy hold forever. Loh kalo tidak hold forever berarti masuknya jual beli saham donk alias trading dan bukan investasi? Kalau jual beli berarti saya tidak menjadi shareholder tulen donk karena dapat kehilangan kepemilikan? Jawabannya panjang, tapi saya coba berikan gambaran singkat.
#1 Hold forever dapat kita lakukan dengan syarat perusahaan yang kita pegang terus bertumbuh sesuai dengan scenario secara stabil “selamanya”. Pertanyaannya, apakah ada perusahaan seperti ini di Indonesia? Menurut saya sih ada, tapi again since future is a mistery, we need to evaluate annually whether the growth forecast and performance still inline or no with the thesis. Kalau kita hanya sekedar berpegang sama mindset hold forever tanpa evaluasi kinerja perusahaan secara rutin, maka coba bayangkan harga saham kita turun 78% dalam 5 tahun, bahkan dividen saja bisa jd tidak nutup capital loss. Please be careful with this mindset.
#2 Investor legend di Indonesia, Pak LKH tidak mengimplementasikan strategy hold forever. Kalau valuasi sahamnya sudah over value maka capital gainnya akan direalisasikan dan mencari opportunity investasi di bisnis lain. Kalau beliau hold forever, mungkin investor legend di Indonesia bukan beliau.
#3 Untuk mencari dan menganalisa suatu saham untuk berinvestasi, kita harus memiliki mindset seperti mencari seorang istri atau suami untuk dinikahi. Bibit bebet bobotnya (reward dan risk) sudah ditimbang matang”. Namun bila kita sudah berinvestasi di saham tersebut, mindsetnya tidak dapat dianalogikan seperti sebuah pernikahan. Melainkan kita tidak boleh menaruh perasaan kita pada saham tersebut. Kita harus tetap berpikir logis dalam menentukan decision making dalam berinvestasi (apakah kinerja sesuai thesis? apakah ada perubahan fundamental? Hold? Sell? Averaging?). Disitulah megahnya menjadi seorang investor, berbeda dengan seorang pebisnis yang memiliki beban moral yang tinggi terhadap bisnis dan perusahaannya.
#4 Kita harus fokus sama asset investasi kita (equity) instead of idealisme memiliki asset sebuah perusahaan hebat. Successful investing is when we have a thesis and the final result is inline with the thesis. Great investing doesn't always mean that you invest in a huge company.
Disclaimer on ya. Hanya share paradigma yang saya pelajari dalam mempertajam performa portofolio yang sustainable.
Happy weekend and happy investing !
$IHSG