


Volume
Avg volume
Didirikan pada tahun 1990, PT BUMA Internasional Grup Tbk (BUMA International Grup), sebelumnya dikenal sebagai PT Delta Dunia Makmur Tbk, adalah perusahaan pertambangan dan jasa pertambangan global yang terdiversifikasi dengan operasi di Indonesia, Australia, dan Amerika Serikat. Inti dari kegiatan usaha Grup adalah anak perusahaan utamanya, PT Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA), penyedia jasa pertambangan terkemuka bagi beberapa perusahaan tambang terbesar di Indonesia dan Australia melalui BUMA Australia Pty Ltd. Pada Juni 2024, melalui PT Bukit Makmur Internasional (BUMA International), Grup mengakuisisi Atlantic Carbon Group... Read More
$DOID LK Q3 2025: Kontrak dengan $BYAN Diperpanjang tapi Kontrak dengan $ADRO Belum Diperpanjang dan Sekarang Mulai Masuk Bisnis Rumput Laut
Request member External Comunity Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community menggunakan kode: A38138 https://stockbit.com/post/13223345
DOID baru rilis laporan keuangan Q3 2025. Saya sempat mikir, buat apa sebenarnya DOID repot-repot lakukan limited review laporan Q3, padahal mayoritas emiten tambang cukup kirim laporan triwulan seadanya dan baru diaudit penuh di akhir tahun. Baru kelihatan sekarang begitu angka dibuka, laporan ini terasa lebih mirip pengakuan dosa daripada formalitas rutin. Pendapatan masih tembus lebih dari 1,13 miliar dolar, tetapi laba bruto ambruk seolah bisnis kontraktor tambang ini dipaksa kerja keras hanya untuk menutup biaya. Kas turun, utang jangka pendek meledak, dan modal kerja berubah jadi defisit sekitar 108 juta dolar, posisi yang jauh dari kata nyaman. Di permukaan, bisnis masih kelihatan besar, alat berat masih jalan, kontrak masih jalan, tetapi di balik itu semua margin menyusut sampai tinggal kulit. Investor yang cuma lihat omzet mungkin masih tenang, tetapi investor yang mau repot baca catatan kaki akan sadar ini sudah masuk fase darurat likuiditas, bukan lagi sekadar siklus jelek biasa. Manajemen memang berusaha menunjukkan mereka bergerak agresif, dari akuisisi tambang antrasit di Amerika, perpanjangan kontrak jangka panjang, sampai menerbitkan obligasi baru untuk bayar utang lama. Pertanyaannya sekarang, limited review ini mau dibaca sebagai gesture transparansi atau justru alarm keras bahwa DOID sedang berlari kencang hanya supaya tidak jatuh di depan pintu jatuh tempo utang. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Kalau dibentang pelan, masalah pertama yang langsung menonjol adalah defisit modal kerja. Per 30 September 2025, total liabilitas lancar DOID dan grup entitas anak sudah melampaui aset lancar sekitar 108 juta dolar. Artinya, kalau seluruh aset lancar dikumpulkan, mulai dari kas, piutang, persediaan, sampai aset lancar lain, masih belum cukup untuk menutup kewajiban yang jatuh tempo dalam 12 bulan ke depan. Ini bukan selisih tipis yang bisa ditoleransi, ini jurang dalam. Sumbernya jelas, bagian terbesar datang dari Senior Notes 2026 yang direklasifikasi jadi utang jangka pendek, sehingga saldo liabilitas jangka pendek melonjak dari sekitar 430 juta dolar di akhir 2024 menjadi hampir 680 juta dolar di Q3 2025. Di satu sisi total liabilitas memang hanya naik sekitar 42 juta dolar ke kisaran 1,44 miliar dolar, tetapi struktur jatuh temponya bergeser tajam ke jangka pendek, dan di situlah risiko likuiditas mulai menggigit.
Masalah kedua, kinerja laba rugi bukan sekadar memburuk, tetapi melorot tajam. Dalam sembilan bulan 2025, DOID membukukan rugi periode berjalan sekitar 81,5 juta dolar, dibanding rugi sekitar 17,4 juta dolar pada periode yang sama 2024. Porsi rugi yang diatribusikan ke pemilik entitas induk melonjak ke sekitar 72,7 juta dolar dari kisaran 14 juta dolar. Laba bruto jatuh dari kurang lebih 131 juta dolar menjadi hanya sekitar 27 juta dolar, padahal pendapatan neto hanya turun dari sekitar 1,35 miliar dolar ke 1,13 miliar dolar. Secara kasar, revenue turun sekitar 16 persen, tetapi laba bruto ambruk sekitar 79 persen. Itu berarti beban pokok pendapatan membesar dan memakan hampir seluruh pendapatan, sehingga gross margin yang dulu masih sekitar 9,7% turun jadi kira-kira 2,4%. Di bisnis kontraktor tambang yang padat modal dan penuh utang, gross margin 2,4% itu level yang hampir tidak layak hidup.
Masalah ketiga, akumulasi kerugian mulai menggerogoti ekuitas. Per 31 Desember 2024, saldo laba DOID masih positif, tetapi per 30 September 2025 sudah berubah menjadi defisit saldo laba sekitar 18 juta dolar. Ekuitas yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk turun dari kisaran 183 juta dolar menjadi sekitar 96 juta dolar. Dalam praktik, ini artinya bantalan modal untuk menyerap guncangan semakin tipis, sementara bisnis tetap beroperasi dengan skala besar dan utang berbunga yang signifikan. Kalau tren rugi sembilan bulan pertama 2025 dibiarkan berlanjut tanpa perbaikan margin dan efisiensi, investor harus jujur mengakui bahwa ruang manuver ekuitas sudah tidak lagi luas. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Padahal di sisi atas, secara pendapatan DOID masih kelihatan mengesankan. Dalam sembilan bulan 2025, pendapatan neto sekitar 1,13 miliar dolar dan mayoritas masih berasal dari segmen jasa pertambangan. Kontrak dengan PT Indonesia Pratama menyumbang kurang lebih 337 juta dolar atau sekitar 30% pendapatan, menjadikannya pelanggan terbesar sekaligus sumber konsentrasi risiko yang sangat tinggi. Di belakangnya ada PT Adaro Indonesia dengan kontribusi sekitar 145 juta dolar atau 13% pendapatan, dan PT Berau Coal sekitar 131 juta dolar atau 12% pendapatan. Secara strategis, DOID mengamankan perpanjangan kontrak dengan Indonesia Pratama sampai Agustus 2035 sekaligus peningkatan volume produksi, dan memperpanjang beberapa kontrak Berau Coal masing-masing sampai 2026 dan 2029. Ini sisi cerahnya, ada backlog pendapatan jangka panjang yang jelas. Namun kontrasnya, kontrak dengan Adaro per 30 September 2025 masih tercatat berakhir Desember 2025 tanpa informasi perpanjangan, sementara beberapa kontrak lain seperti dengan PT Angsana Jaya Energi, PT Tadjahan Antang Mineral, dan sejumlah kontrak di Australia seperti Millmerran Power Partners dan Bowen Coking Coal sudah selesai. Jadi di satu sisi DOID memperpanjang dan memperkuat kontrak jangka panjang, di sisi lain revenue secara agregat tetap turun sekitar 220 juta dolar, dan yang lebih parah, biaya untuk menjalankan kontrak-kontrak itu justru makin menggencet margin.
Kalau ditarik ke lapangan, penurunan margin ini mencerminkan kombinasi kenaikan biaya bahan bakar, suku cadang, jasa perbaikan, depresiasi, dan mungkin rasio pengupasan tanah yang kurang menguntungkan di beberapa tambang. Cost of revenues hanya turun sekitar 9 persen ketika revenue turun 16 persen, sementara amortisasi properti tambang dan depresiasi aset terus berlari. Jadi kontrak besar dan panjang yang di atas kertas terlihat aman, di lapangan bisa berubah jadi kontrak yang menyedot kas kalau harga dan struktur biaya tidak bisa dinegosiasi ulang. Di sini investor harus tegas membedakan antara punya banyak kontrak dan punya banyak kontrak yang benar-benar menghasilkan laba dan kas. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Di tengah tekanan di bisnis inti, manajemen juga membawa cerita diversifikasi. Akuisisi Atlantic Carbon Group di Amerika Serikat dimaksudkan sebagai langkah strategis keluar dari ketergantungan batubara termal menuju batubara antrasit dan kepemilikan tambang sendiri. Secara proforma, kalau perusahaan target ini dikonsolidasikan sejak awal 2024, pendapatan tambahan sekitar 55,7 juta dolar dan laba sekitar 4,95 juta dolar per tahun bisa terbaca sebagai potensi masa depan. Namun dalam realisasi awal, periode setelah akuisisi justru mencatat rugi sekitar 5,6 juta dolar. Ada masa transisi, ada biaya kombinasi bisnis, ada amortisasi properti tambang, semua itu memotong laba, sementara diversifikasi ke antrasit baru terasa sebagai beban ekstra dalam jangka pendek.
Selain itu ada entitas asosiasi baru seperti PT Daur Algae Indonesia yang bergerak di budidaya dan perdagangan rumput laut. Skala angkanya kecil, rugi entitas ini sekitar 32 ribu dolar dengan bagian rugi DOID sekitar 11 ribu dolar, tetapi secara simbolik menarik. Di satu sisi manajemen ingin menunjukkan mereka tidak hanya hidup dari batubara, tetapi di sisi lain investor wajar bertanya apakah langkah kecil seperti ini benar-benar relevan ketika grup sedang bergulat dengan rugi puluhan juta dolar dan defisit modal kerja ratusan juta dolar. Di dalam negeri, BIRU dan BEP yang menyasar pelatihan vokasi masih tercatat tidak aktif, sementara grup Moura Materials di Australia juga belum beroperasi penuh. Diversifikasi ini lebih terasa sebagai bibit jangka panjang yang butuh waktu, bukan jawaban atas krisis margin dan likuiditas hari ini.
Kalau pindah ke arus kas, ceritanya tidak lebih manis. Kas bersih dari aktivitas operasi merosot tajam dari sekitar 178,5 juta dolar di sembilan bulan 2024 menjadi hanya sekitar 47 juta dolar di sembilan bulan 2025. Dengan revenue 1,13 miliar dolar, CFO margin di kisaran 4,1% sangat tipis untuk bisnis yang harus terus mengeluarkan belanja modal besar. Pada saat yang sama, DOID justru menaikkan belanja modal, perolehan aset tetap sekitar 158 juta dolar. Hasilnya, free cash flow negatif sekitar 111 juta dolar. Secara praktis, bisnis ini harus meminjam atau menghabiskan kas hanya untuk menjaga armada alat berat tetap berputar dan memenuhi komitmen kontrak. Rasio capex terhadap CFO sekitar 3,3 kali, artinya setiap 1 dolar kas operasi, DOID menggelontorkan lebih dari 3 dolar ke belanja modal, selisihnya harus ditutup dari utang atau kas yang sudah ada. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Masalah kualitas aset juga ikut menyumbang tekanan. Piutang usaha secara nominal tidak melonjak, tetapi piutang yang lewat jatuh tempo lebih dari 90 hari naik tajam dari sekitar 8,6 juta dolar menjadi sekitar 36,8 juta dolar, dan penyisihan penurunan nilai piutang naik dari sekitar 5,4 juta dolar menjadi kurang lebih 19,8 juta dolar. Jadi sekalipun kas dari pelanggan masih terlihat besar, sekitar 1,15 miliar dolar, fondasinya mulai retak, ada indikasi sebagian pelanggan membayar lebih lambat atau bahkan berpotensi bermasalah. Ketika bisnis semakin bergantung pada beberapa pelanggan besar, kualitas piutang seperti ini bukan detail kecil, melainkan faktor risiko yang sangat serius.
Lalu bagaimana DOID merespons semua tekanan ini. Di sinilah bagian setelah tanggal pelaporan jadi sangat penting. Setelah 30 September 2025, BUMA dan grup bergerak agresif di sisi pendanaan. Awal Oktober 2025, BUMA menerbitkan Obligasi III BUMA Tahun 2025 senilai sekitar 884 miliar Rupiah dalam beberapa seri dengan tenor sampai lima tahun. Sebelum dan sesudah itu, grup juga menarik fasilitas pinjaman bank tambahan, antara lain penarikan tambahan pinjaman sindikasi Muamalat sekitar 20 juta dolar dan penarikan Tranche B pinjaman sindikasi BNI sekitar 180 juta dolar pada November 2025. Puncaknya, pada pertengahan November 2025 BUMA melunasi lebih awal seluruh Senior Notes 2026 dengan harga pembelian sekitar 212 juta dolar. Di atas semua itu, RUPS luar biasa akhir November 2025 menyetujui rencana penerbitan Senior Notes baru sampai maksimum 500 juta dolar dalam 12 bulan ke depan. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Kalau dirangkai, polanya cukup terang. DOID dan BUMA berusaha keras menghindari benturan langsung dengan jatuh tempo Senior Notes yang sudah masuk ke liabilitas jangka pendek di laporan Q3. Mereka mengambil utang baru, menerbitkan obligasi dalam Rupiah, menarik pinjaman sindikasi dolar, dan memakai dana itu untuk melunasi Senior Notes lama, sekaligus menyiapkan ruang untuk menerbitkan Senior Notes baru kalau dibutuhkan. Dari sudut pandang risiko gagal bayar jangka pendek, langkah ini rasional, karena tanpa manuver seperti ini defisit modal kerja sekitar 108 juta dolar bisa berujung sangat buruk. Namun dari sudut pandang struktur modal jangka panjang, pola ini menunjukkan DOID masih berada dalam siklus refinancing yang intens, menggulung utang dari satu instrumen ke instrumen lain dengan harapan arus kas operasi di masa depan cukup kuat untuk menyusul.
Risiko lain datang dari sisi mata uang dan suku bunga. Grup kini berada pada posisi liabilitas moneter neto dalam Rupiah sekitar 65,7 juta dolar setara. Dalam simulasi manajemen, penguatan Rupiah 5% terhadap dolar akan menekan laba sekitar 3,3 juta dolar. Di sisi suku bunga, kenaikan suku bunga 50 basis poin diperkirakan menggerus laba sebelum pajak sekitar 2,5 juta dolar. Dengan utang berbunga yang begitu besar dan proses refinancing yang sangat aktif, sensitivitas terhadap perubahan suku bunga dan kurs menjadi faktor penting, apalagi kalau kebijakan moneter global masih ketat.
Lalu di harga saham sekitar 318 Rupiah, bagaimana investor harus membaca semua ini. Dengan jumlah saham beredar sekitar 7,4 miliar, kapitalisasi pasar DOID kira-kira 2,35 triliun Rupiah atau sekitar 140 juta dolar dengan asumsi kurs kurang lebih 16.700 Rupiah per dolar. Dibandingkan total aset sekitar 1,53 miliar dolar dan total liabilitas sekitar 1,44 miliar dolar, angka ini tampak sangat kecil. P/S sekitar 0,09 kali, P/CFO sekitar 2,25 kali, EV terhadap penjualan sekitar 0,70 kali, dan EV terhadap EBITDA sekitar 6,4 kali. Di atas kertas, untuk trader value jangka pendek ini kelihatan seperti harga bakar gudang. Namun kalau dilihat dari sisi ekuitas dan risiko, ceritanya jauh lebih keras. PBV sekitar 1,46 kali untuk perusahaan yang ekuitasnya sudah terpotong rugi besar dan masih harus menghadapi free cash flow yang negatif itu bukan level murah tanpa syarat, apalagi ketika utang berbunga bersih berkali-kali lebih besar daripada CFO tahunan.
Ada satu angka yang sangat menggambarkan persepsi pasar terhadap DOID. Kas dan setara kas per saham sekitar 307 Rupiah, sementara harga saham 318 Rupiah. Di sisi lain, total liabilitas per saham sekitar 3.234 Rupiah. Secara kasar, pasar sedang menilai bahwa hampir seluruh nilai saham DOID adalah kas yang saat ini ada di neraca, sedangkan bisnis kontraktor tambang, tambang antrasit, properti pertambangan, alat berat, piutang, dan seluruh goodwill-nya nyaris didiskon berat karena tertutup oleh beban utang yang menumpuk. Ini bukan pola perusahaan sehat yang dinilai sebagai going concern yang nyaman, ini pola perusahaan yang sedang diuji apakah bisa membalikkan margin dan membuktikan bahwa kontrak-kontrak besar yang mereka pegang benar-benar bisa diubah menjadi laba dan kas yang berulang. Upgrade Skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Dari sudut pandang investor agresif, angka-angka ini bisa dibaca sebagai peluang spekulatif. Kalau manajemen berhasil menaikkan kembali gross margin ke dua digit, meredam beban bahan bakar dan pengupasan, menormalkan kembali CFO ke atas 10% dari pendapatan, dan menjaga capex lebih disiplin, valuasi P/S 0,09 kali dan EV terhadap EBITDA sekitar 6,4 kali akan terlihat sangat murah. Tetapi untuk sampai ke sana, DOID harus membalikkan free cash flow yang sekarang sekitar minus 111 juta dolar, menjaga utang tidak makin menekan covenant, dan memastikan kontrak seperti Adaro tidak benar-benar lepas tanpa pengganti yang sepadan. Buat investor yang konservatif, semua syarat itu terlalu banyak dan terlalu berat untuk dianggap sebagai diskon harga biasa.
Intinya, limited review Q3 2025 DOID ini bukan laporan biasa, melainkan cermin yang memperlihatkan dua wajah sekaligus. Di satu sisi ada perusahaan kontraktor tambang besar dengan kontrak jangka panjang sampai 2035, diversifikasi ke antrasit Amerika, dan upaya serius mengelola struktur utang dengan obligasi dan pinjaman sindikasi. Di sisi lain ada margin yang runtuh, defisit modal kerja yang tajam, free cash flow yang sangat negatif, piutang yang memburuk, dan ekuitas yang terkikis. Investor tinggal memilih, mau melihat DOID sebagai kapal besar yang masih bisa diselamatkan setelah memperbaiki mesin dan menambal kebocoran, atau sebagai kapal yang memang masih melaju kencang tetapi semakin sarat utang dan makin bergantung pada cuaca keuangan yang bersahabat beberapa tahun ke depan.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU

$DOID kok gak ke 100 sekalian, mungkin biar bangkrut kali ya. Apestos...guoblok...Sial... macam2 dipikiranku. Siapa pimpinan Buma nih ya? kok parah bangat managing bisnisnya....

NERACA
Jakarta- Di kuartal tiga 2025, PT BUMA Internasional Grup Tbk. (DOID) membukukan peningkatan rugi bersih menjadi US$72,66 juta atau setara Rp1,21 triliun (kurs jisdor Rp16.692 per dolar AS) dibandingkan rugi bersih di priode yang sama tahun lalu US$13,96 juta. Rugi bersih yang membengkak, tur...

www.neraca.co.id

$DOID
1998-2025 BIN 7 salah satu Project Site terbesar buma Closing project per hari ini 1 Des.
Sayonara
$DOID nampak retail sangat pesimis untuk Hold saham ini.., kira kira dampaknya seperti apa., kita saksikan saja 🤔
kalau ga ada profit dari 29metals, rugi 300M Q3 25. Wkkwkwwk bisnis utamanya ancur lebur. kalau 29metals harga sahamnya turun di Q4 25 + bisnis utama ancur. Siap2 Equity minus dan otomatis kena tato FCA. $DOID
para investor yang bertahan di $DOID siap siap gulung tikar.. saran saya sih.. buat para investor ambil uang kalian dari pada saham kalian jadi kertas kosong🤔🤭🤫
KABARBURSA.COM – PT BUMA Internasional Grup Tbk (DOID) baru saja melaporkan kinerja keuangan untuk kuartal III-2025. Ada hal yang kontras dari laporan tersebut. Di satu sisi, perseroan masih membukukan rugi bersih sebesar USD81 juta atau sekitar Rp1,33 triliun hingga September. Namun di sisi lain,...

www.kabarbursa.com

IDXChannel - PT BUMA Internasional Grup Tbk (DOID) merealisasi capital expenditure (capex) atau belanja modal sebesar USD149 juta pada kuartal III-2025 atau tumbuh 12 persen yoy.
Adapun 54 persen dialokasikan untuk mempertahankan keandalan dan kesiapan armada dan 46 persen diarahkan untuk mendukung...

www.idxchannel.com

IDXChannel - PT BUMA Internasional Grup Tbk (DOID) masih mencatatkan kerugian USD81 juta atau setara Rp1,33 triliun (kurs Rp16.500 per USD) hingga kuartal III-2025.
Kerugian tersebut disebabkan EBITDA yang lebih rendah dan pencadangan piutang untuk operasional Australia. EBITDA hingga September 2025...

www.idxchannel.com

dah ya centang semua siklus quartalan $DOID . kecuali yappingan kali ini ga bahas2 revenue atau gross profit lagi. yang diyappingin pemulihan pemulihan. sampai jumpa di Q4 25 dan selamat ATL.

WKWKWKWKWK Q3 yang digembar gembor ritel cecurut bakal jadi profit gede kek tahun sebelumnya ternyata cuma untung 25M perak. Sekali rugi 1T, sekali cuan semungil biji salak. ARB dah minggu depan sampe 298 $DOID . segala bawa2 $BYAN lagi malu2in aja.
orderbook $8,5 miliar kalo gak efisien ya percuma. tetep aja rugi.
sok-sokan mau akuisisi tambang sana sini.
mendingan fokus modal kerja dan menyelesaikan hutang. itu tantangannya.
kalo modal kerja udah stabil, income sudah bertumbuh, hutang sudah kecil, silakan ekspansi.
$DOID $IHSG
