$ASII LK Full Year 2024: EPS Tumbuh Tipis
Astra International (ASII) masih jadi penguasa otomotif, alat berat, dan kredit kendaraan rakyat Indonesia. Laporan keuangan 2024 menunjukkan mereka masih di puncak, meski ada tantangan. Pendapatan naik tipis 4,5% ke Rp330,9 triliun, didorong oleh segmen otomotif dan alat berat yang terus menyedot dompet masyarakat. Tapi, laba tahun berjalan turun -2,4% jadi Rp43,4 triliun. Penyebabnya? Biaya naik, margin menyempit, dan Astra harus keluar duit lebih buat jaga bisnis tetap jalan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Tapi jangan salah, laba yang diatribusikan ke entitas induk malah naik dari Rp33,8 triliun ke Rp34,1 triliun (+0,6%). Artinya, Astra sebagai holding malah menikmati porsi lebih besar dari keuntungan, sementara bagian yang jatuh ke kepentingan non-pengendali sedikit berkurang. Ini kabar bagus buat pemegang saham Astra langsung.
Bagian paling sadis? Arus kas operasi (CFO) Rp45,0 triliun, naik 33% dari tahun lalu. Duit dari pelanggan mengalir deras sampai Rp398,4 triliun, jauh lebih besar dari revenue mereka sendiri! Astra bukan cuma jualan, tapi juga "dipinjami" duit oleh konsumennya sendiri lewat Astra Finance. Kalau bisnis lain jualan dulu baru dapat duit, Astra dapat duit dulu baru jualan. Skema yang bikin iri!
CFO ini juga lebih gede dari laba bersih. Laba bersih Rp43,4 triliun, tapi duit yang beneran masuk Rp45,0 triliun. Artinya, laba mereka bukan cuma angka di laporan, tapi ada duitnya. Bandingin sama perusahaan lain yang cuma gede di atas kertas tapi kasnya tipis. Yang lebih gila? CFO ini cukup buat bayar semua capex Rp15,7 triliun dan masih ada sisa banyak. Duit dari pelanggan diputer buat beli barang dan investasi, tapi tetep numpuk. Finansialnya kayak tukang parkir, duit masuk terus, hampir nggak ada yang keluar sia-sia.
Utang berbunga Astra naik ke Rp100,7 triliun, naik 7,9% dari tahun lalu. Banyak? Ya, tapi kas mereka juga naik. Dengan CFO Rp45 triliun, mereka bisa lunasin semua utang ini dalam kurang dari 3 tahun kalau mau. Kas mereka Rp48,4 triliun, jadi kalau mau bayar utang bank jangka pendek yang Rp11,8 triliun, bisa kapan aja.
Tapi buat apa buru-buru bayar utang? Ini Astra, mereka tahu cara muterin duit. Utang yang mereka ambil juga bukan utang asal-asalan. Bahkan dengan jumlah utang segini, rasio utang terhadap ekuitas cuma 37%, jauh dari level bahaya. Astra bukan perusahaan yang bakal kepentok utang dalam waktu dekat.
PBV cuma 0,87x, artinya harganya hampir di bawah nilai bukunya. Padahal dulu Astra sering diperdagangkan di PBV 2x-3x. PER? 5,46x, padahal rata-rata historisnya 14x. Saham ini kayak Ferrari dijual harga Avanza. Dan yang lebih bikin geleng-geleng? Asing net buy Rp419 miliar dalam sebulan terakhir! Investor luar udah paham ini barang murah, tapi investor lokal masih sibuk cari alasan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
EPS Astra naik dari Rp836 per saham di 2023 jadi Rp841 per saham di 2024 (+0,6%). Jadi meskipun laba tahun berjalan turun, laba yang dinikmati pemegang saham induk malah naik. Harga saham saat ini Rp4.590, yang berarti PER cuma 5,46x. Murah banget!
Dividen? Ada! Tahun ini mereka bayar Rp20,99 triliun, salah satu yang terbesar di Indonesia. Astra bukan tipe perusahaan yang suka ganggu pemegang saham dengan rights issue. Mereka lebih suka balikin duit ke investor lewat dividen.
Risiko kurs? Receh. Kerugian kurs cuma Rp532 miliar dari laba Rp43,4 triliun, alias 1,2% doang. Risiko suku bunga? Ada, karena utang berbunga naik, tapi dengan interest coverage tinggi, Astra masih nyaman.
Piutang macet? Cuma 2,8%, jauh di bawah batas bahaya 10%. Piutang relasi juga cuma 9,6%, artinya gak ada yang aneh-aneh. Dan yang paling penting? Beneish M-Score -2,49, jauh dari batas manipulasi. Laporan keuangan bersih, gak ada indikasi dikatrol.
Astra ini ibarat mesin duit yang undervalued. Duit masuk lancar, bisnis jalan terus, dividen gede, utang aman, valuasi murah. Emang ada tantangan kayak margin turun dan biaya naik, tapi dibanding perusahaan lain yang megap-megap, Astra ini masih santai kayak di pantai.
Dengan valuasi PER 5,46x, PBV 0,87x, Net Buy Asing, saham ini kayak bom waktu. Begitu pasar sadar betapa murahnya Astra, harganya bisa naik kapan aja. Jadi kalau masih ada yang bilang Astra udah gak menarik? Mungkin mereka butuh kacamata baru atau butuh bandar baru. Harga saham tergantung bandar. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
ASII itu ibarat perusahaan segala bisa. Dari jualan mobil, alat berat, kredit kendaraan, tambang batu bara, kebun sawit, jalan tol, sampai bisnis rumah sakit, semuanya mereka genggam. Kalau ada yang nyebut konglomerasi sejati di Indonesia, Astra jawabannya. Mau beli mobil? Pakai Toyota atau Daihatsu, dua-duanya punya Astra. Mau gali tambang? Pakai alat berat Komatsu, juga dikuasai Astra. Mau masuk jalan tol? Kemungkinan besar itu jalan punya Astra. Dan kalau akhirnya kecapekan di jalan atau kena serangan jantung karena stress, mereka juga sudah investasi di rumah sakit. Lengkap sudah siklusnya. Tapi, sebesar apapun kerajaan, selalu ada badai yang siap mengguncang.
Otomotif masih jadi mesin uang utama Astra dengan pendapatan Rp133,1 triliun, naik 3,8%. Kecil? Bisa dibilang begitu, mengingat sektor ini yang seharusnya paling dominan. Mobil dan motor masih laris, tapi tantangan baru sudah datang: kendaraan listrik. Selama puluhan tahun, Astra menikmati kejayaan jualan mobil bensin dan diesel lewat Toyota, Daihatsu, dan Honda. Tapi sekarang? Wuling dan BYD dari China mulai bikin pusing. Dengan subsidi pemerintah untuk EV yang makin besar dan harga baterai yang makin murah, ada kemungkinan beberapa tahun ke depan Astra bisa kehilangan dominasi. Memang, mereka punya Toyota bZ4X dan Daihatsu Rocky Hybrid, tapi dibandingkan dengan agresivitas brand China yang lebih murah, Astra terlihat seperti raksasa yang bergerak lamban. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Di sektor alat berat dan tambang, Astra masih berjaya lewat United Tractors (UNTR) dengan pendapatan Rp134,4 triliun, naik 4,5%. Tapi jangan terkecoh, ini sektor yang mulai melemah. Harga batu bara yang sebelumnya bikin tambang dan alat berat panen duit sekarang mulai turun. Pamapersada Nusantara (PAMA), anak usaha Astra yang mengeruk batu bara buat semua orang yang masih ketergantungan energi fosil, mulai harus berpikir panjang. Astra memang coba masuk ke energi terbarukan, tapi porsinya masih kecil, lebih ke formalitas biar nggak dicap sebagai perusahaan yang cuma tahu eksploitasi alam. Kalau harga batu bara terus turun dan kebijakan energi hijau makin ketat, Astra bisa kehilangan salah satu mesin uangnya yang paling stabil.
Bisnis jasa keuangan Astra lewat Astra Credit Companies (ACC) dan Toyota Astra Finance (TAF) mencatat pendapatan Rp33,1 triliun, naik 10,3%. Ini sektor yang selalu jadi andalan, karena selama masih ada orang yang pengen beli kendaraan dengan kredit, Astra tetap cuan. Tapi ada satu masalah besar: risiko kredit macet (NPL). Dengan suku bunga yang masih tinggi dan ekonomi yang belum benar-benar pulih, banyak orang bisa mulai kesulitan bayar cicilan. Sekarang memang masih aman, tapi kalau tren ekonomi makin lemah, bisa jadi bisnis pembiayaan ini malah jadi bumerang.
Di sektor agribisnis, Astra lewat Astra Agro Lestari (AALI) mencetak pendapatan Rp21,8 triliun, naik 5,2%. Tapi jangan terlalu optimis dulu, karena harga minyak sawit mentah (CPO) mulai turun. Sawit ini bisnis yang kejam: kalau harga naik, semua happy. Kalau harga turun? Ya siap-siap kena dampak. Banyak negara mulai membatasi impor produk sawit karena alasan lingkungan, sementara harga CPO yang fluktuatif bikin bisnis ini nggak bisa diprediksi. Astra belum punya strategi yang jelas untuk diversifikasi di sektor agribisnis, jadi kalau harga sawit makin jatuh, mereka bisa kena imbas besar.
Jalan tol juga jadi salah satu lini bisnis Astra lewat Astra Infra, tapi kalau berharap sektor ini bisa menyelamatkan mereka dari potensi penurunan di segmen lain, mending berpikir ulang. Pendapatan tol Astra malah turun -9% jadi Rp8,3 triliun. Bisnis jalan tol memang terdengar enak, tinggal nunggu duit masuk dari kendaraan yang lewat. Tapi ada masalah besar: tarif tol nggak bisa sembarangan dinaikkan, sementara pembangunan tol butuh investasi besar dan biaya bunga naik. Kalau volume kendaraan turun karena ekonomi melambat, bisnis tol juga bisa kena dampaknya.
Yang paling menarik, Astra mulai serius masuk ke bisnis kesehatan. Mereka mengakuisisi Heartology Cardiovascular Hospital dan meningkatkan kepemilikan di Halodoc jadi 31,34%, dengan nilai investasi sekitar Rp0,9 triliun dan sedikit saham HEAL. Jadi sekarang, Astra bukan cuma jualan mobil yang bikin polusi, tapi juga punya fasilitas buat ngobatin orang yang kena dampaknya. Sebuah strategi bisnis yang brilian: bikin masalah, lalu jual solusinya. Tapi apakah Astra bisa sukses di industri rumah sakit? Itu masih tanda tanya. Kompetitor seperti Siloam dan Hermina sudah lebih dulu menguasai pasar, dan Astra masih dalam tahap coba-coba. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Direksi dan komisaris Astra tetap didominasi nama-nama besar. Prijono Sugiarto sebagai Presiden Komisaris, yang dulu lama jadi CEO dan sekarang naik tahta jadi "pengawas". Djony Bunarto Tjondro masih duduk sebagai Presiden Direktur, sementara di jajaran komisaris ada nama seperti Muliaman Hadad, mantan Ketua OJK yang sekarang ikut mengawasi bisnis Astra dan Danantara, serta Bambang Brodjonegoro, mantan Menteri Keuangan. Jadi bisa dibilang, keputusan-keputusan besar di Astra tidak cuma dibuat oleh orang-orang korporasi, tapi juga orang-orang yang paham dunia kebijakan.
Dari sisi gaji? Seperti biasa, yang di atas tetap yang paling untung. Total gaji dan tunjangan direksi serta komisaris naik 3,1% jadi Rp1,7 triliun. Rata-rata, satu orang di jajaran direksi menikmati Rp6 miliar per tahun, atau sekitar Rp500 juta per bulan. Sementara karyawan biasa? Rata-rata Rp15,7 juta per bulan. Memang nggak kecil, tapi kalau dibandingkan dengan para bos, jelas jurangnya masih jauh. Seperti biasa, makin tinggi posisinya, makin banyak keuntungannya. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Jadi, Astra masih raja bisnis di Indonesia, tapi tantangannya makin besar. Kendaraan listrik mulai mengancam dominasi mereka di otomotif, harga batu bara dan sawit yang turun bikin bisnis alat berat dan agribisnis nggak seaman dulu, sementara bisnis jalan tol dan rumah sakit masih belum bisa jadi penyelamat utama. Astra memang punya duit segunung dan jaringan bisnis yang kuat, tapi kalau mereka terlalu nyaman di zona aman, mereka bisa kehilangan momentum.
Sekarang tinggal pertanyaannya: apakah Astra bisa cepat beradaptasi dengan perubahan zaman, atau mereka bakal terus nyaman sampai akhirnya ada pemain lain yang datang dan merebut mahkota mereka?
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138 (caranya cek gambar terakhir)
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Jangan lupa kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://bit.ly/44osZSV
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$UNTR $AALI
1/3